Kamis, 21 Juni 2012

Ruang Rahasia

Sampai dimanakah perjalanan ini dalam keadaan malam? Rahasia berjejal dalam ruang tak berbatas. Pertanyaan buntu pada lorong tak berujung. Dan aku mulai merasa bersedih dengan perasaan beku, membiarkan apa-apa yang berlalu.

Padahal hidup ini harusnya bukan hanya sekedar pertanyaan, namun pernyataan pada Tuhan, bahwa kita rela atas segala.

Jumat, 15 Juni 2012

Menulis Bagi Saya

Ada banyak alasan kenapa menulis. Tiap orang yang menulis pasti punya maksud dan tujuan tersendiri dari apa yang dia tulis.

Ada yang menulis karena kebutuhan, mungkin karena kapasitas intelektual yang dipunyai selalu meluap dan akan sia-sia jika tidak dituangkan ke dalam sebuah tulisan. Ada yang dengan idealismenya ingin membumikan kebaikan, ada yang menggunakan istilah lebih implisit lagi; untuk berdakwah. Dan ada yang ingin eksis dengan tulisannya.

Lantas saya ada di mana, di antara sekian alasan itu? Entahlah. Menulis bagi saya seperti menyarikan dari segenap kesungguhan. Apapun jenis tulisannya. Jika puisi, berarti kesungguhan atas apa yang menguasai rasa, dari apa yang ada di diri, orang terdekat, lingkungan, atau mungkin yang agak muluk-muluk adalah negara dan dunia.

Mengapa Puisi?
Jika dilihat dari profesi saya, banyak yang bertanya (tapi saya tangkap sekaligus sebagai komentar). mengapa harus puisi? Bukankah akan jauh lebih bermanfaat jika tulisan saya lebih mudah dipahami oleh pembaca dengan kata-kata yang lugas?

Bagi saya, menulis juga merupakan perjalanan. Di puisi lah perjalanan saya dimulai. Kalau mau agak kejam, saya akan menyalahkan paman-paman saya yang dengan teganya meracuni saya. Dari usia ketika anak-anak lebih menyukai dongeng, saya lebih menyukai puisi. Saya tetap menyukai dongeng, walaupun interpretasinya seperti yang sudah-sudah dan cerita akhirnya dapat ditebak.

Ya, menulis adalah perjalanan. Pada puisilah tulisan saya bermula dan dibaca banyak orang (bagus atau tidaknya, bukan jaminan sih :D ). Kemudian saya menikmatinya. Menikmati puisi sebagai kristal yang padat, benar-benar padat untuk mewakili hati saya yang membuncah bahagia, kosong atau terpuruk sedih.

Walau begitu, seperti halnya perjalanan, bahwa kita tengah berjalan untuk suatu alasan dan tentunya berkelanjutan, saya ingin berlanjut pada langkah yang lain. Menulis jenis tulisan yang lain. Saya akan ke sana.

Jadi, mari belajar menulis lagi.

Jumat, 08 Juni 2012

Perjalanan

Dunia terlalu hiruk pikuk. Maka kita membutuhkan malam yang hibernal, menyemai rindu dalam ingatan yang susah payah kita pertiahankan; tentang Tuhan.

Seperti akan kekal dalam rahasia, saya mengadu tentang apa saja. Dari hal remeh temeh, tentang kasur angin saya yang tiba-tiba menjadi tidak berguna, sampai bertanya tentang sesuatu yang penting; Tuhan, dimanakah perjalanan ini akan bermuara, menggenapkan cinta yang Kau beri.

Dan seperti inilah kita akan melanjutkan perjalanan, dalam dunia yang hiruk pikuk namun di jalan yang sepi.

Senin, 04 Juni 2012

Resonansi

Sekitar empat tahun yang lalu, ketika percakapan ini terjadi. Saya berumur 21 tahun dan baru saja merasakan bagaimana atmosfer kesehatan yang sebenarnya.

Rumah sakit bukanlah tempat nyaman. Bangsal yang terkesan tua, berdesakan, kumuh dan apek. Namun, kami masih saja merasa bisa membicarakan masa depan. Seperti tahu segalanya, ingin menaklukkan dunia. Padahal, kami tidak punya apa-apa.

Masa depan yang kami bicarakan pun cukup muluk-muluk. Terutama saya. Sangat berlebihan dan tidak mempertimbangkan keadaan. "Saya ingin menjadi bagian dari orang-orang Kedokteran Komunitas. Karena pengobatan harusnya bukan menjadi pusat perhatian kita, tapi harus memperhatikan pencegahan", dengan yakin saya seperti berorasi (walaupun jika ditanya apa rencana saya untuk itu, saya tidak punya satu pun jawaban. Ini lebih tepat disebut sebagai keinginan orang yang sedang kesumat, bukan cita-cita yang matang dan bisa dipertanggungjawabkan :D )

"Di Eropa sana, pencegahan sudah sampai tingkat genetik. Sudah kuno kalau kamu mau mengkampanyekan menjaga kebersihan". Teman saya yang satu ini memang tipikal orang yang memotivasi temannya dengan cara lain. Dalam hati saya berbisik, saya ingin dan saya akan jadi bagian dari barisan itu.

Empat tahun kemudian, kurang lebihnya tahun ini, saya sekolah di Konseling Genetik. Entah ini jawaban dari masa lalu, ataukah masa lalu itu menjadi pertanda dari keadaan saat ini, saya tidak paham. Semuanya seperti benang yang saling mengkait. Seperti pecahan teka-teki yang berserak. Dan saya, terbawa saja tanpa menemukan dan ingat kejadian empat tahun yang lalu. Sampai suatu saat seorang teman bercerita tentang sahabatnya, bagaimana kisahnya hingga mantap memilih sekolah di sini.

Jujur, saya malu. Sangat malu. Saya merasa sangat tidak bersyukur dan menyia-nyiakan kesempatan. Jika ada orang lain yang dengan usaha keras sekolah di sini karena suatu kejadian menyedihkan yang mendatangkan pelajaran dan tekad, saya serta merta (dengan sembarangan) menyebut bahwa diri saya 'kesasar'. Kesannya, saya tidak punya motivasi dan niatan yang baik, hanya menjalani rutinitas yang seharusnya saya lakukan.

Bukankah saya cukup melihat pengalaman orang lain yang menyedihkan, kemudian menjadikaanya sebagai sebaik-baik pelajaran? Bukankah saya harus lebih banyak bersyukur atas kesempatan yang cukup dibayar dengan kesungguhan? 

Dan saya pikir, saya akan jauh lebih malu lagi jika tidak segera merubah niat saya, mengalamatkan pada sesuatu yang lebih baik (minimal, tidak merubahnya menjadi niat jahat.hehehe).

Semoga, esok hari lebih baik. Semoga, jawaban-jawaban baik segera saya temukan untuk memperbaiki semuanya. Semoga, saya tidak memalukan (terutama memalukan bagi diri saya sendiri).