Rabu, 29 Februari 2012

Tentang Luka

Mungkin saya serupa kanak-kanak yang dua puluh tahun lalu bermain kayu-kayu kecil yang patah  karena lapuk dimakan musim. Ada beberapa yang tajam, yang tidak sengaja menusuk jari-jari yang ketika itu kulitnya masih tipis dan rapuh. Yang saya ingat, tidak ada perih. Hanya tangan kecil berdarah-darah. Yang saya ingat, saya tidak takut. Hanya heran mengapa luka yang tidak seberapa menganga, tapi mengucurkan darah yang tidak juga berhenti.

Mungkin ini hanya tentang luka. Tidak berbahaya, sepertinya. Sampai beberapa jam kemudian baru terasa perih ketika ibu meneteskan cairan berwarna coklat. Agar lekas mengering, kata ibu. Dan kemudian tidak ada lagi yang tahu tentang luka itu selain ibu. Saya simpan rapat-rapat perih dan ngilunya hingga beberapa hari.

Ibu, sekarang ini saya kembali terluka. Bukan di tubuh, tapi di hati. Peristiwanya persis seperti dua puluh tahun lalu, ketika saya bermain kayu-kayu patah. Tidak mengerti bagaimana mulanya luka itu menganga, tiba-tiba terasa ngilu dan perih.

Tetapi, tidak mengapa, ibu.. Ini hanya luka.Akan saya simpan saja, sendiri.
Akan menyembuh, pasti.